[Charirmasirfan.xyz – Teknologi] Sejak komputer pertama kali diciptakan pada pertengahan abad ke-20, hukum Moore’s Law memprediksi bahwa jumlah transistor dalam sebuah chip akan berlipat ganda setiap 18–24 bulan. Namun, dalam dua dekade terakhir, hukum ini mulai menemui batasnya. Transistor silikon semakin sulit diperkecil, sementara kebutuhan komputasi untuk AI, big data, dan simulasi sains terus melonjak.
Dalam situasi ini, lahirlah komputasi kuantum, sebuah paradigma baru yang tidak lagi hanya mengandalkan bit klasik (0 dan 1), tetapi qubit dengan kemampuan superposisi dan entanglement. Google, bersama IBM, Microsoft, dan sejumlah startup kuantum seperti IonQ dan Rigetti, menjadi pionir dalam perlombaan menuju era baru ini.
Pada Oktober 2019, Google mengumumkan pencapaian yang mereka sebut sebagai “Quantum Supremacy” melalui chip kuantum Sycamore. Publikasi mereka di jurnal Nature [1] memicu perdebatan global, baik dari sisi akademik maupun industri. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang chip kuantum Google, dari Sycamore hingga generasi terbaru, tantangan yang dihadapi, serta prospeknya di masa depan.
Apa Itu Chip Kuantum?
Chip kuantum berbeda secara fundamental dari chip silikon klasik.
Bit vs Qubit
Bit klasik hanya bernilai 0 atau 1. Qubit, sebaliknya, dapat berada dalam superposisi 0 dan 1 secara bersamaan. Hal ini memungkinkan komputer kuantum menguji berbagai solusi paralel.
Entanglement
Dua atau lebih qubit dapat saling terhubung secara kuantum, sehingga keadaan satu qubit memengaruhi qubit lain meskipun terpisah jauh. Einstein menyebut fenomena ini “spooky action at a distance”.
Interferensi
Gelombang probabilitas kuantum dapat saling memperkuat atau melemah, sehingga komputer kuantum dapat mengeliminasi solusi yang salah lebih cepat.
Chip kuantum Google dibangun menggunakan superkonduktor, yang beroperasi pada suhu mendekati nol absolut di dalam cryostat. Teknologi ini memungkinkan qubit tetap stabil dalam waktu tertentu, meskipun masih rentan terhadap gangguan (decoherence).
Google Sycamore: Chip Kuantum Generasi Pertama
Pada 2019, Google memperkenalkan Sycamore, sebuah chip kuantum dengan 54 qubit superkonduktor. Dalam uji coba, Sycamore menyelesaikan perhitungan sampling kuantum dalam waktu 200 detik. Google mengklaim bahwa superkomputer tercepat saat itu, IBM Summit, akan membutuhkan 10.000 tahun untuk menyelesaikan tugas yang sama [1].
Reaksi Dunia Ilmiah
Publikasi ini segera menciptakan gelombang kontroversi. IBM, pesaing utama Google, menantang klaim tersebut. IBM berargumen bahwa dengan optimalisasi algoritma klasik, superkomputer hanya membutuhkan 2,5 hari, bukan 10.000 tahun [2].
Terlepas dari perdebatan itu, sebagian besar komunitas ilmiah mengakui pencapaian Google sebagai demonstrasi pertama bahwa komputer kuantum dapat melakukan sesuatu yang praktis tidak mungkin dicapai oleh komputer klasik.
Signifikansi Akademik
Menurut fisikawan John Preskill (Caltech), yang mencetuskan istilah Quantum Supremacy, eksperimen Google adalah tonggak sejarah meskipun aplikasinya masih terbatas. Publikasi ini menandai transisi dari “teori” menuju “eksperimen nyata” dalam komputasi kuantum.
Generasi Baru: Google Quantum AI dan Rencana Masa Depan
Setelah Sycamore, Google tidak berhenti. Divisi Google Quantum AI di Santa Barbara kini berfokus pada pengembangan chip dengan error correction yang dapat diskalakan.
Visi 1 Juta Qubit
Google menargetkan membangun komputer kuantum dengan 1 juta qubit yang dapat di-error corrected pada dekade 2030-an [3]. Ini bukan sekadar menambah jumlah qubit, tetapi memastikan qubit dapat mempertahankan informasi cukup lama untuk komputasi kompleks.
Surface Code Architecture
Google mengadopsi surface code, metode koreksi error paling menjanjikan saat ini. Dalam pendekatan ini, beberapa qubit fisik digunakan untuk merepresentasikan satu qubit logis yang lebih stabil. Tantangannya adalah kebutuhan akan ratusan hingga ribuan qubit fisik untuk satu qubit logis.
Keunggulan Chip Kuantum Google
Optimisasi Material Superkonduktor
Google menggunakan Josephson junctions yang dibuat dari aluminium superkonduktor. Proses fabrikasi mikro ini memungkinkan konsistensi produksi qubit dalam jumlah besar.
Cryogenic Infrastructure
Chip kuantum Google beroperasi dalam dilution refrigerator dengan suhu sekitar 10 milikelvin, lebih dingin dari ruang angkasa. Hal ini mengurangi gangguan termal yang dapat menghancurkan keadaan kuantum.
Skalabilitas
Google mengembangkan teknik litografi yang dapat memproduksi ratusan qubit dengan kepadatan tinggi, membuka jalan menuju sistem yang lebih besar.
Aplikasi Potensial
Walaupun aplikasi praktis masih terbatas, chip kuantum Google membuka pintu ke berbagai bidang:
Farmasi & Biologi Molekuler
Komputer kuantum dapat mensimulasikan struktur molekul kompleks. Misalnya, desain obat baru untuk kanker atau Alzheimer bisa dipercepat secara signifikan [4].
Energi
Simulasi material kuantum untuk baterai generasi baru atau katalis hidrogen. Google sendiri telah berkolaborasi dengan Volkswagen untuk riset optimisasi baterai mobil listrik.
Kecerdasan Buatan (AI & ML)
Algoritma kuantum berpotensi mempercepat training model AI, terutama dalam optimisasi fungsi loss yang kompleks.
Keamanan Siber
Komputer kuantum yang cukup kuat dapat memecahkan enkripsi RSA melalui algoritma Shor. Inilah sebabnya muncul inisiatif post-quantum cryptography (PQC) oleh NIST.
Tantangan yang Dihadapi
Error Correction & Decoherence
Qubit hanya bisa bertahan dalam keadaan stabil selama mikrodetik hingga milidetik. Koreksi error menjadi syarat utama agar komputer kuantum praktis.
Skalabilitas & Infrastruktur
Membuat chip dengan ratusan ribu qubit memerlukan infrastruktur cryogenic raksasa dan konsumsi energi yang tinggi.
Persaingan Global
China melalui University of Science and Technology of China (USTC) meluncurkan komputer kuantum fotonik Jiuzhang yang diklaim lebih unggul dalam beberapa aspek [5]. IBM juga meluncurkan roadmap menuju 1.121 qubit “Condor chip” pada 2023.
Masa Depan: Apakah Google Akan Memimpin?
Google memiliki keunggulan finansial, infrastruktur, dan tim riset kelas dunia. Mereka bekerja sama dengan universitas (Caltech, Stanford) dan laboratorium nasional.
Namun, masa depan kuantum tidak akan dimonopoli oleh satu perusahaan. Banyak pihak memprediksi bahwa hibridisasi komputasi klasik dan kuantum akan menjadi model dominan. Komputer kuantum akan digunakan untuk tugas spesifik yang sulit bagi komputer klasik, sementara sisanya tetap ditangani superkomputer tradisional.
Penutup
Chip kuantum Google menandai era baru dalam perjalanan teknologi. Sycamore menunjukkan bahwa komputer kuantum bukan lagi konsep fiksi, melainkan realitas yang bisa diukur. Namun, perjalanan menuju komputer kuantum yang benar-benar berguna masih panjang. Tantangan teknis seperti error correction, decoherence, dan skalabilitas harus dipecahkan.
Meskipun demikian, potensi aplikasi di bidang farmasi, energi, AI, hingga keamanan siber menjadikan riset ini sangat strategis. Google, bersama para pesaing globalnya, sedang memegang kunci untuk mengubah cara manusia menghitung, meneliti, dan berinovasi.
Referensi
[1] F. Arute et al., “Quantum supremacy using a programmable superconducting processor,” Nature, vol. 574, no. 7779, pp. 505–510, 2019. DOI:10.1038/s41586-019-1666-5.
[2] IBM Research Blog, Pednault et al., “On ‘Quantum Supremacy’,” 2019.
[3] Google Quantum AI, Roadmap to a Useful Quantum Computer, 2021.
[4] Y. Cao et al., “Quantum chemistry in the age of quantum computing,” Chemical Reviews, vol. 119, no. 19, pp. 10856–10915, 2019. DOI:10.1021/acs.chemrev.8b00803
[5] H. Zhong et al., “Quantum computational advantage using photons,” Science, vol. 370, no. 6523, pp. 1460–1463, 2020. DOI:10.1126/science.abe8770.
[6] J. Preskill, “Quantum Computing in the NISQ era and beyond,” Quantum, vol. 2, p. 79, 2018. DOI:10.22331/q-2018-08-06-79
[7] MIT Technology Review, Google’s quantum supremacy claim explained, 2019.
Posting Komentar